ALASAN PENGHAPUS PIDANA

 

ALASAN PENGHAPUS PIDANA

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pidana

Dosen pengampu: Rugaya Renwarin, S. H., M. M.

 



 

Oleh :

Muhammad Ardiyanto

: 33020210005

Siti Nurhaliza

: 33020210048

 

 

 

HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA

Tahun 2022


 


 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Hukum Pidana mengenal perbedaan antara peniadaan pidana dengan dasar penghapusan penuntutan. Peniadaan pidana ditetapkan oleh hakim dengan menyatakan, bahwa sifat melawan hukumnya perbuatan hapus atau kesalahan pembuat hapus, karena adanya ketentuan undang-undang dan hukum yang membenarkan perbuatan atau yang memaafkan pembuat. Hak menuntut dari jaksa tetap ada, namun terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana, sedangkan peniadaan penuntutan pidana menghapuskan hak untuk menuntut bagi jaksa, karena adanya ketentuan undang-undang.

Dalam hukum pidana dikenal istilah vervolg dan strafuitsluitingsgronden, dimana ada alasan penghapusan penuntutan dan pernyataan untuk dilepas dari segala tuntutan hukum. Jhonkers memberi tanda perbedaan antara strafuitsluitingsgronden adalah pernyataan untuk dilepas dari segala tuntutan hukum (onstlag van rechsvervolging), sedangkan pada vervolgingsuitsluitinggronden adalah pernyataan tuntutan tidak dapat diterima oleh penuntut umum.[1]

Ketentuan penghapusan pidana KUHP diatur dalam buku 1 tentang aturan umum, yakni dalam Pasal 44 yang mengatur tentang kemampuan bertanggung jawab, Pasal 48 tentang daya paksa, Pasal 49 tentang pembelaan terpaksa, Pasal 50 tentang pelaksanaan ketentuan undang-undang, Pasal 51 tentang pelaksanaan perintah jabatan, dan Pasal 59 tentang pengurus yang tidak ikut melakukan pelanggaran.

Van Hamel membedakan antara alasan yang menghapuskan sifat melawan hukum dengan alasan yang menghapuskan sifat dapat dipidana, sebagai berikut: rechtvaardigingsgronden merupakan faits jaustificatifs yang artinya dihapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan sehingga perbuatan itu dibenarkan, dengan kata lain disebut alasan pembenar. Adapun schulduitsluitingsgronden merupakan faitsdeexcuse, yang artinya dihapuskan dari pertanggung jawaban sipembuat atau dihapuskan kesalahan sipembuat sehingga perbuatan itu tidak dipidana, dengan kata lain disebut alasan pemafaaf.[2]

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa itu alasan pembenar ?

2.      Apa itu alasan pemaaf ?

3.      Apa saja alasan penghapus tuntutan ?

4.      Apa alasan penghapus Pidana ?

 

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui alasan pembenar.

2.      Untuk mengetahui alasan pemaaf.

3.      Untuk mengetahui alasan penghapus tuntutan.

4.      Untuk mengetahui alasan penghapus pidana.


 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Alasan Pembenar dan Pemaaf

Menurut doktrin hukum pidana, penyebab tidak dipidananya si pembuat tersebut dibedakan dan dikelompokan menjadi dua dasar yaitu pertama alasan pemaaf (schuiduitsluitingsgronden), yang bersifat subjektif dan melekat pada diri orangnya, khususnya mengenal sikap batin sebelum atau pada saat akan berbuat, dan kedua dasar pembenar (rechtsvaardingingsgronden), yang bersifat objektif dan melekat pada perbuatannya atau hal-hal lain diluar batin si pembuat.[3]

Pada umumnya, pakar hukum memasukkan kedalam dasar pemaaf yaitu sebagai berikut :

a.       Ketidakmampuan bertanggungjawab

b.      Pembelaan terpaksa yang melampaui batas

c.       Hal menjalankan perintah jabatan yang tidak sah dengan itikad baik.

Sementara itu, yang masuk ke dalam dasar pembenar yaitu sebagai berikut :

a.       Adanya daya paksa

b.      Adanya pembelaan terpaksa

c.       Sebab menjalankan perintah undang-undang

d.      Sebab menjalankan perintah jabatan yang sah.

 

Tidak dipidananya si pembuat karena alasan pemaaf walaupun perbuatannya terbukti melanggar undang-undang, yang artinya perbuatannya itu tetap bersifat melawan hukum, namun karena hilang atau hapusnya kesalahan pada diri si pembuat, perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Contohnya orang gila memukul orang lain sampai luka berat, dia dimaafkan atas perbuatannya itu. Berlainan dengan alasan pembenar, tidak dipidananya si pembuat, karena perbuatan tersebut kehilangan sifat melawan hukumnya perbutan. Walaupun dalam kenyataannya perbuatan si pembuat telah memenuhi unsur tidak pidana, tetapi karena hapusnya sifat melawan hukum pada perbuatan itu, si pembuat tidak dapat dipidana.

Berkaitan dengan adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf ini, maka meskipun perbuatan seseorang itu telah memenuhi isi rumusan undang-undang mengenai suatu perbuatan yang dapat dihukum, akan tetapi yang bersangkutan tidak dihukum (dipidana). Alasan pembenar dan alasan pemaaf ini adalah merupakan pembelaan dari pelaku terhadap tuntutan dari perbuatan pidana yang telah dilakukannya. Sehingga dapat berfungsi sebagai pelindung bagi terdakwa dari ancaman hukuman.[4]

Dari sudut putusan pengadilan, maka alasan penghapus pidana akan mengakibatkan dua bentuk putusan pengadilan (hakim). Pertama yang mengakibatkan putusan bebas (vrijspraak), dan kedua mengakibatkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag). Putusan bebas menurut doktrin adalah putusan yang menyangkut tentang sifat melawan hukum perbuatan pelaku/terdakwa yang dihapuskan/dihilangkan, atau mengenai unsur perbuatan pidananya (jadi dalam hal ini sebagai unsur objektif) yang dihapuskan. Sedangkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum menurut doktrin adalah putusan yangmenyangkut tentang kesalahan pelakunya yang dihapuskan, atau mengenai unsur kesalahan (sebagai unsur subjektif) pelaku/terdakwa yang dihapuskan.

Pembagian alasan penghapus pidana dengan cara memisahkan antara alasan pemaaf dengan alasan pembenar ini juga dapat dilihat dari pandangan atau aliran dualistis dalam hukum pidana yang berbeda dengan aliran atau pandangan monistis.

Menurut aliran monistis menyatakan bahwa tidak ada pembedaan

perlakuan antara unsur tindak pidana yang sifatnya subjektif (kesalahan dalam arti luas) dan unsur tindak pidana yang sifatnya objektif (melawan hukum). Karenanya, dalam kaitannya dengan dasar penghapus pidana, penghapusan salah satu unsur tersebut atas tindak pidana yang terjadi menyebabkan suatu konsekuensi yang sama, yaitu putusan hakim harus berbunyi membebaskan terdakwa (vrijspraak).[5]

Aliran dualistis berpandangan bahwa aliran ini memperlakukan unsur tindak pidana yang sifatanya subjektif (kesalahan dalam arti luas) dan unsur tindak pidana yang sifatnya objektif (melawan hukum) secara berbeda. Karenanya, dalam kaitannya dengan dasar penghapus pidana, penghapusan salah satu unsur tersebut atas tindak pidana yang terjadi menyebabkan suatu konsekuensi yang berbeda pula. Dalam kaitannya dengan dihapuskannya unsur kesalahan, maka terhadap pelaku hukum pidana memaafkan perbuatan yang dilakukannya. Memang dalam rumusan pasal-pasal tertentu (misalnya dalam pasal-pasal yang tercantum dalam Buku III KUHP) unsur kesalahan tidak selalu dicantumkan sebagai unsur tertulis, namun hukum pidana tidak memberlakukan berbeda apakah unsur kesalahan sebagai dasar tertulis maupun bukan. Dalam pandangan ini menyebabkan putusan hakim harus berbunyi melepaskan terdakwa dari tuntutan (ontslag).



[1] Bambang poernomo I, op.cit., hal. 191.

[2] Prof. Dr. H. Muntaha, S. H., M. H. Hukum Pidana Malapraktik. Sinar Grafika. Jakarta, 2017. Hal 331.

[3] 20Adami Chazawi, Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan dan Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan dan Ajaran Kausalitas, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2009, Hlm. 18.

[4] M. Hamdan, Alasan Penghapus Pidana Teori dan Studi Kasus, Op. Cit., Hlm.31.

[5] M. Rasyid Ariman, Kejahatan Tertentu dalam KUHP (Sari Kuliah Hukum Pidana

Dalam Kodifikasi, Unsri, Palembang, 2008, Hlm. 3.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "ALASAN PENGHAPUS PIDANA"

Post a Comment